Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Friday, January 21, 2005

Idul Adha dan Nilai-nilai Universal

Perayaan Idul Adha di Indonesia mungkin penuh nuansa berbeda. Adat Megang di Aceh kebiasaan warga Aceh memotong hewan qurban lalu berkumpul untuk memakannya tidak bisa dilakukan warga aceh yang hidup dalam pengungsian. Sedang suasana takbiran di mesjid Baiturrahman pun terkesan sepi. Indonesia memang sedang beruntun mengalami peristiwa bencana, mulai dari tsunami dan bajir di beberapa wilayah. Bagaimana hakikat sesungguhnya Idhul Adha yang dikemukakan Ulama? Laporan disusun Irvan Imamsyah.

***

“Qurban itu hanya simbol saja. Anda, jangankan mempunyai anak diminta, mempunyai kambing diminta aja pelitnya bukan main. Jadi intinya bukan harus kambing atau apa. Mau berkorban tidak dengan harta anda gitu loh?. Tidak usah dikaji secara fiqih, mau berkoban kambing atau duit. Apa saja kalau diikhlaskan untuk kepentingan orang lain kasihkannya, apa saja namanya sedekah atau apa terserah anda. Kenapa? Kenapa kita mempertentangkan hal yang hanya bersifat simbol tok. Sedangkan kita tidak berkorban apa-apa.”

Pernyataan diatas disampaikan KH Mustofa Bisri, seorang ulama asal Jawa Timur, sehari sebelum perayaan Idul Adha. Mustofa mengatakan apapun bisa dikorbankan asal kita ikhlas melepaskannya.

Tetapi bagaimana perayaan Idul Adha pasca bencana Tsunami di Aceh.? Perayaan Idul Adha di Aceh tidak berlangsung seperti biasanya. Ini dikarenakan ribuan masyarakat jatuh miskin karena harta bendanya terseret amukan Tsunami.

Suasana takbiran di Mesjid baiturrahman berlangsung tidak seperti biasanya. Di Mesjid itu, hanya sedikit warga asal Aceh yang mengumandangkan takbir. Karena kebanyakan dari mereka yang hadir adalah para relawan yang bertugas membantu masyarakat Aceh.

Boleh jadi Perayaan Idhul Adha memiliki nuansa yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebuah nuansa berbeda dan khusus karena bencana beruntun meluluhlantakkan Indonesia tiada habisnya. Bencana Tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, sedang Banjir melanda bagian lain wilayah Sumatra, Kalimantan dan Jawa.

Di wilayah Aceh dan Sumatra Utara, puluhan ribu jiwa meregang dalam sebuah nasehat kematian yang maha agung. Tsunami, sebuah nasehat bagi kita. Seperti dikatakan Kyai sekaligus budayawan Mustofa Bisri.

“Sebetulnya peristiwa Tsunami. Kalau diibaratkan kematian adalah nasehat yang paling nasehat, maka Tsunami merupakan kematian yang begitu agung dari kematian yang maha nasehat. Seorang ulama besar memberikan komentar disini. Kalau orang tidak bisa dinasehati oleh kematian maka percuma dinasehati oleh nasehat yang lain. Nah kalau kematian nasehat yang paling nasehat maka Tsunami merupakan kematian yang amat agung yang pasti akan menjadi nasehat yang maha nasehat bagi orang yang takut dan mempunyai hati nurani untuk dinasehati.”

Kelemahan sebuah nasehat adalah peluangnya untuk dihiraukan. Menurut Mustofa Bisri, ini disebabkan setiap umat baik langsung maupun tidak langsung telah dididik untuk mencintai diri sendiri. Dalam bahasa yang sama dikatakan lebih senang mencintai materi.

“Karena orang-orang begitu mencintai materi, otomatis menjadi sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga pada gilirannya enggan untuk berkorban untuk kepentingan yang lain. Meskipun itu demi mendapatkan ridha dari tuhannya. Kita tahu bahwa segala macam yang kita lakukan sekarang hampir dihitung dengan kepentingan, keuntungan dan kerugian untuk diri sendiri sehingga ini mengakibatkan konsep-konsep mulia seperti pengorbanan dan seperti setia kawan menjadi sesuatu yang sangat lux di negeri kita ini.”

Kehadiran Idul Adha diharapkan dapat mengingatkan kembali ingatan seluruh umat untuk menjaga dan menumbuhkan kembali rasa kesetiakawanan yang selama ini hilang.

Biasanyanya Idul Adha diwarnai dengan memotong hewan Qurban, baik kambing atau sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin. Bagi yang mampu, selain memotong hewan Qurban, masyarakat mampu juga berbondong-bondong menunaikan ibadah Haji ke Arab Saudi. Lalu apa pandangan Mustofa Bisri mengenai kewajiban menunaikan ibadah Haji.

“ Ibadah haji itu sebetulnya tidak ada sulitnya sama sekali, kenapa sekarang harus ada manasik, penataran manasik haji sampai berhari-hari mengeluarkan biaya sekian. Wong ibadah haji Cuma putar-putar, lari-lari, lempar-lempar gitu aja kok. Tidak ada sulitnya. Ini semua berawal dari dari pada tidak pernah dilakukannya pengkajian ulang terhadap sesuatu yang dianggap sudah benar selama ini. Jadi orang kita menganggap apa yang dilakukan sudah benar. Jadi dilakukan dari dulu begitu terus, jadi dianggap sudah benar.”

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafi’ie Maarif juga mengatakan hal serupa. “Qurban artinya mendekatkan diri kepada langit, kepada Allah. Tapi kita juga berkorban, mengorbankan apa ang kita cintai untuk kepentingan sesama. Saya rasa itu filosofinya. Saya rasa Haji itu jelas ada nilai universal disana dari kepercayaan umat islam. Kita lebih banyak terperangkap oleh simbol-simbol, ritual-ritual tapi kita lupa substansi. Saya kira bangsa Indonesia berada disitu posisinya.”

Menurut Syafi’ie Maarif, untuk mengubah posisi itu, proses pencerahan dan upaya pencerdasan terhadap umat beragama harus terus menerus dilakukan.

“Kalau tidak pakai agama kita pakai akal sehat. Apa yang lumpuh sebetulnya akal sehat. Apa yang lumpuh selama ini hati nurani. Itu yang kita bangun kembali. Dan suatu hal yang kita bersyukur, melihat bencana Aceh membuat semua orang tergugah semua. Dan luar biasa perhatian orang untuk berkorban untuk semua itu. Dan bahkan muhammadiyah mengeluarkan fatwa bantuan untuk Aceh itu wajib, untuk Qurban saja sunat. Menurut saya itu fatwa agama yang merupakan terobosan.”

Menurut Syafi’ie Maarif, pelaksanaan Qurban juga memerlukan proses kreatif dan inovatif. “ Dan ini ada dibeberapa tempat, mereka potong korban lalu mereka buat Abon untuk dikirim ke Aceh. Ini bagus sekali, ini kreatif dan inovatif sekali. Ini Abon kan bisa tahan lama. Jadi mereka sembelih di Jawa atau dimana lalu mereka jadikan abon. Menurut saya ini konkrit yang dilakukan oleh maysarakat.”

Lalu apa yang diharapkan dari Idul Adha.

050120-68h-van-mustofa bisri soal Idul Adha dan Idul Qurban

“Nah ini sebetulnya dalam Idhul Adha atau Idhul Qurban ini, kita semua seharusnya perlu mengingat itu. Di jaman dimana orang enggan berkorban untuk sodaranya, untuk kawannya, untuk mengingat kembali kepada keikhlasan, pengorbanan nabi Ibrahim dan Ismail ini. Orang-orang yang beriman terutama kaum muslimin diharapkan bisa tersentuh dan meneladani pengorbanan dari kedua manusia pilihan itu," kata Mustofa Bisri.

Mustofa Bisri mengatakan, umat islam perlu saat ini perlu mereformasi keberagamaannya. Ini perlu dilakukan agar semua orang bisa mengerti konsep islam, ibadah, Allah dan Hakikat Manusia yang sesungguhnya.

"Sampai kiamat kurang dua hari, tetap harus mereformasi, mengkaji ulang, konsep tentang agama, tentang islam dan ibadah, Allah dan manusia, itu semua yang harus dikaji ulang karena kita selama ini kita menganggap tidak benar terus. Padahal belum tentu karena kita tidak pernah mengkaji ulang. Lalu setelah itu kita bisa bicara hal yang lain. Kalau misalnya konsep kita tentang gusti Allah selama ini benar padahal keliru. Lalu konsepsi ingin menyenangkan Allah tapi malah mendapatkan murkanya karena kita gak tahu," kata Gus Mus.

Tim Liputan 68H