Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Saturday, January 22, 2005

Cukai Palsu Yang Mengancam Bangkrut...

Kota Kudus, Jawa Tengah terkenal dengan industri rokok sejak ratusan tahun lalu. Namun industri yang telah menghidupi kota ini selama beberapa generasi, terancam bangkrut. Sebabnya, banyak perusahaan rokok yang tidak berijin. Bahkan sebagian besar perusahaan rokok itu menggunakan pita cukai palsu yang merugikan negara. Laporan disusun Reporter Radio R2B Rembang, Musyafa.

***

Menyusuri Kota Kudus, Jawa Tengah tentu kita tidak akan lupa dengan bau khas sepanjang perjalanan. Bau tembakau bercampur cengkih menjadi ciri utama kota di sebelah timur ibu kota provinsi Jawa Tengah, Semarang. Kota ini memang terkenal dengan industri rokoknya sejak ratusan tahun lalu. Namun kelangsungannya terancam oleh merebaknya pabrik rokok tidak berijin yang tersebar di berbagai penjuru kota kretek tersebut. Kondisi itu diperparah oleh peredaran pita cukai rokok palsu dan jual beli pita cukai secara ilegal.

Salah seorang pengurus Persatuan Perusahaan Rokok Kudus PPRK Afif Maskuri menuturkan umumnya rokok tak resmi tanpa dilengkapi dengan pita cukai sesuai dengan ketentuan pemerintah. Banyak pula yang menggunakan pita cukai palsu. Rokok-rokok tersebut kini telah menyebar ke berbagai kota terutama di kota-kota tetangga seperti Jepara, Pati dan Rembang. Diperkirakan pangsa pasarnya makin luas lantaran harganya yang sangat murah. Dia membandingkan dengan harga rokok dari perusahaan yang telah berijin.

"Perusahaan kena-kena 40 persen. Lha kalau rokok kecil kan tanpa bandrol. Itu berarti mematikan perusahaan yang resmi. Dampak akhirnya 'kan ada pemalsuan bandrol, penjualan bandrol gelap. Dari perusahaan yang tidak berproduksi, dia beli bandrol dijual ke perusahaan yang notabene, kelasnya kelas kecil," tutur Afif Maskuri.

Ketua museum kretek ini menambahkan masih bertahannya perusahaan-perusahaan rokok besar di Kudus tidak lepas dari pertimbangan kemanusiaan

"Makanya, kita semua 'kan berdoa, mudah-mudahan para pengusaha (rokok) di Kudus bertahan, untuk memproduksi rokoknya. Sekarang, mereka sudah pusing dengan adanya peraturan gini-gitu…. Pengusaha itu mau bertahan karena mereka melihat nasib pekerjanna sendiri… (Karyawannya) ya banyak, ada 100 ribuan orang," tambah Afif.

Seorang pengusaha rokok di Desa Prambatan Kidul yang keberatan disebut namanya, merasakan dari bulan ke bulan omzet penjualan rokok yang dikelolanya menurun tajam. Pada tahun 2003 lalu dia bisa menjual rokok hingga 500 BAL perbulan, namun kini anjlok hanya 100 BAL saja per bulan. Meski demikian Ia berharap agar aturan baru yang ditetapkan pemerintah tahun ini, yakni nama perusahaan rokok akan dicantumkan dalam pita cukai, dapat menekan jumlah usaha rokok tidak resmi serta mengurangi angka penyimpangan jual beli pita cukai.

"Bersaingnya itu ketat sekali, kalau dengan peraturan baru ini semuanya akan berjalan dengan baik," kata pengusaha itu.

Maraknya pabrik rokok tak berijin bukan hanya berdampak kepada para pengusaha bungkusan tembakau saja. Tetapi juga kepada para buruh. Aktivis buruh rokok di Kudus, Nurhartoyo, bahkan meminta pihak bea dan cukai serius menangani hal ini.

"Kalau memang ada rokok yang palsu tentu lebih laku mereka karena mereka bisa jual rokok dengan harga murah tanpa bayar pajak…, semuanya bisa dijual dengan semurah mungkin dengan kualitas sebagus mungkin," ujar Nurhartoyo.

Kontribusi pita cukai rokok di Kudus memang tidak main-main. Angkanya bisa mencapai 18 miliar per hari. Inilah yang membuat Kejaksaan Negeri Kudus segera melimpahkan lima berkas tersangka pemalsu pita cukai rokok dari kepolisian setempat. Kepala Subsidi Dana Khusus Kejaksaan Negeri Kudus, Sukarman.

"Sekarang baru tahap satu, penyerahan berkas… Nanti jaksa yang meneliti berkas ada tidaknya petunjuk… Sekarang, lagi dipelajari dulu," kata Sukarman.

Sukarman menambahkan saat ini juga ada 5 tersangka lain yang belum selesai pemberkasannya. Mereka dapat diancam hukuman 5 tahun penjara. Tentunya ini bukan upaya kecil untuk menyelamatkan industri rokok di Kota Kudus.

Dari Kudus, Jawa Tengah, Mushafa, Radio R2B Rembang

Menantang Hujan Tanpa Payung...

Sejumlah daerah di Indonesia di awal tahun ini terendam banjir. Mulai dari Aceh, Sumatera selatan, hingga Brebes Jawa Tengah. Ironisnya, kebanyakan pemerintah daerah baru menyikapinya setelah banjir terjadi. Padahal bencana sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Laporan disusun Budhi Kurniawan.

***

Banjir tahun ini bukan cuma melanda Jakarta. Meski tak separah banjir pada tahun-tahun sebelumnya, banjir kali ini merata terjadi di berbagai daerah di Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di Indramayu, Jawa Barat misalnya, banjir menyebabkan sekitar 20 ribu hektar areal persawahan padi di Kecamatan Krangkeng, Kedokan Bunder, dan Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu, mesti menunda masa tanam padi hingga tiga bulan.

Namun ironisnya kesigapan pemerintah daerah setempat menghadapi musibah yang hampir menahun ini masih terbatas pada penanganan pasca terjadinya banjir. Kesigapan gubernur maupun pemerintah kota masih terbatas pada penyaluran bantuan bagi korban yang mengungsi. Seperi dilaporkan. reporter Radio LCBS Palembang Sulaiman DJ.

"Kalau Pemerintah Provinsi, sangat tanggap dalam masalah korban banjir. Gubernur sudah berulang kali berkunjung ke Kabupaten Ogan Komering Ulu. Di sana, gubernur langsung memberikan bantuan berupa mie instan, dan juga beberapa ton beras kepada lima kabupaten yang dilanda musibah banjir. Termasuk juga tenda-tenda dan juga tim para medis sudah turun," lapor Sulaiman DJ.

Padahal mestinya penanganan banjir yang terjadi dari tahun ke tahun juga menyertakan antipasi terjadinya banjir tahun mendatang. Selain itu dengan penanganan yang betul, mestinya kerusakan yang timbul tidak akan terlalu parah, dan tidak akan daerah yang sampai terisolir sehingga tak mendapat bentuan. Seperti yang diceritakan Sulaiman tentang kondisi di Sumatra Selatan beberapa hari lalu. Dengan total kerugian mencapai 15 Milyar Rupiah, Sulaiman merinci kerugian yang dialami wilayah tersebut akibat banjir.

"Banjir merendam 19 kecematan dan 99 kecamatan (di Sumatra Selatan). Penduduk yang mengungsi hampir 18 ribu jiwa, dan (termasuk) 2.800 lebih kepala keluarga. Gedung sekolah yang terendam banjir 35 buah dan rumah yang terandam banjir hingga 2 meter itu 13.800 lebih," lanjut Sulaiman DJ dari Radio LCBS Palembang.

***

Di Brebes, Jawa Tengah, banjir menyebabkan ratusan hektar areal tambak di Dukuh Karangmangu gagal panen karena ikan yang ada di dalamnya hilang terbawa luapan air. Di Pidie, ribuan hektar padi hanyut. Hari Rabu 19 Januari lalu, hampir semua sawah di 30 kecamatan yang berada di Kabupaten Pidie dilanda banjir. Sembilan kecamatan, yaitu Jangka Buya, Ulim, Mereudu, Bandar Baru, Padang Tiji, Meurah Dua, Pekan Baru, Simpang Tiga, dan Delima mengalami banjir terparah.

Di Barito, Palangkaraya, Kalimantana Barat, banjir yang terjadi pada awal Januari lalu menyebabkan perekonomian masyarakat lumpuh, dan sedikitnya 45 bangunan sekolah SD dan satu bangunan SLTP yang ada di daerah aliran Sungai Barito diliburkan.

Sementara itu, Pemerintah Daerah Jambi mengaku sudah bersiap seandainya banjir besar merendam Jambi. Menurut juru bicara Pemda Jambi Harun Saad berbagai persiapan tersebut antara lain adalah menyiapkan logistik hingga tenda pengungsian.

"Posko-posko pun sudah disapkan di kabupaten-kabupaten sejak hujan baru-baru ini. Pak Gubernur pun sudah mengintruksikan kepada semua bupati dan camat untuk waspada terhadap banjir ini untuk segera mengambil tindakan. Dan kepada warga yang tinggal di sekitar sungai Batanghari agar segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi," kata Harun Saad.

Sementara untuk menangulangi persoalan banjir di Jambi pada masa mendatang, menurut Harun Saad, Pemda telah memiliki rencana mengeruk sungai Batanghari. Namun hingga kini proyek tersebut belum juga dikerjakan karena persoalan dana. Tahun ini kondisi banjir di Jambi memang tak separah tahun sebelumnya. Pada akhir tahun 2003 lalu Banjir yang melanda hampir separuh Provinsi Jambi, pada Desember 2003 lalu ditaksir mengakibatkan total kerugian mencapai 254,6 miliar Rupiah.

Banjir di sejumlah daerah saat ini memang seolah luput dari pemberitaan media. Bencana dahsyat yang melanda Nanggro Aceh Darussalam pada 26 Desember silam masih menjadi fokus perhatian masyarakat maupun pemerintah pusat. Padahal kerugian yang juga terjadi akibat banjir ini juga cukup tinggi.

Aidil Fitri, Direkstur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan menilai selama ini Pemerintah Daerahnya juga lebih banyak mengambil tindakan setelah banjir terjadi. Padahal seharusnya, penanganan untuk pencegahan banjir sangat penting. Salah satunya melalui pemberdayaan hutan untuk meresap air.

"(Banjir ini) disebabkan oleh konversi hutan yang terlalu berlebihan. Di daerah daerah sekitar aliran sungai, hutannya sudah habis. Di daerah-daerah hulunya sudah dipenuhi dengan perkebunan sawit, karet, industri pertambangan, sehingga mengurangi daya serap hutan terdapa air," jelas Aidil Fitri.

Aidil mengatakan, di daerah yang memiliki titik-titik yang rawan banjir setiap tahunnya, mestinya pemerintah daerah memberikan peringatan dini kepada masyarakat akan adanya bencana banjir. Dengan informasi yang cukup, menurut Aidil, warga bisa bersiap menghadapi bencana banjir. Seperti menantang hujan tanpa payung.

Tim Liputan 68H

Surat Yang Menyulut Kontroversi

Sepucuk surat dari Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto menimbulkan polemik yang berujung pada pengunduran diri pembuat surat. Isi surat tersebut meminta menteri kabinet mempertimbangkan agenda rapat kerja dengan DPR. Bila tak terlalu penting, maka tak perlu hadir. Kontan, DPR merasa dipojokkan. Sebagai seorang bawahan, Prijono Tjiptoherjanto dinilai hanya menjalankan tugas yang diberikan atasannya Wakil Presiden Jusuf Kalla. Laporan disusun Monique Rijkers.

***

Sepucuk surat berkop Kantor Istana Wakil Presiden melayang ke seluruh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan para pemimpin lembaga pemerintah non departemen. Surat berkop kantor Wakil Presiden itu bernomor B.1750 tertanggal 27 Desember 2004. Surat itu ditandatangani oleh Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto.

Sebagai seorang bawahan, Prijono menjalankan tugas yang diembankan atasannya sang Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Prijonopun membuat surat bernomor B.1750 tadi yang berisi beberapa poin yang membuat panas kuping anggota DPR. Surat tersebut berbunyi "Sesuai arahan Wakil Presiden, bersama ini dengan hormat kami sampaikan matrik permasalahan dan dasar hukum yang melandasi hubungan kerja pemerintah dengan DPR untuk dijadikan dan diperiksa sebagai bahan. Matrik ini disusun dengan refrensi UUD 1945, UU No 22/Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Tatib DPR. Dalam praktek, fungsi dan hak-hak konstitusional tersebut, sering dijalankan dengan cara-cara yang jauh dari sikap kemitraan. Di antaranya, dalam rapat kerja pemerintah dengan DPR, sering diwarnai dengan pernyataan-pernyataan yang memojokkan pemerintah, bahkan cenderung tidak proporsional. Lebih dari itu, sering muncul pertanyaan sekedarnya dan tidak sungguh-sungguh mengharapkan jawaban pemerintah. Apabila materi raker tidak terlalu penting, maka forum seperti itu tampak menjadi sia-sia dan cenderung membuang-buang waktu dan tenaga. Untuk itu perlu, diupayakan dialog dengan pimpinan DPR agar Raker dengan DPR hanya dilakukan apabila benar-benar ada permasalahan penting. Demikian mohon perkenan periksa."

Surat ini bocor ke tangan anggota DPR pada Selasa, 18 Januari lalu. Pemberitaan media massa, memaksa Jusuf Kalla mengomentari surat tersebut keesokan harinya. Jusuf Kalla membantah memberi arahan untuk membuat surat itu.

"Tidak ada arahan membikin surat seperti itu. Saya hanya kirim UU tapi diberi penjelasan macam-macam. Kan banyak menteri baru, tapi kesalahannya memberi keterangan yang tidak perlu. Itu diluar kewenangan seswapres," kilah Jusuf Kalla.

Merasa tidak cukup dengan keampuhan bantahannya, masih di hari yang sama, Jusuf Kalla tidak ketinggalan memberikan keterangan kepada pers mengenai pengunduran diri Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto.

"Surat itu dibuat tanpa sepengetahuan saya. Itu inisiatif sendiri. Saya hanya perintahkan kirim UU-nya, ternyata diberi penjelasan lagi. Ini kesalahan administrasi, melampaui kewenangan seswapres. Hari ini seswapres mengajukan permohonan pengunduran diri. Saya terima itu," lanjut Kalla.

Sayangnya, Prijono sulit sekali dimintai komentar mengenai surat tersebut. Pesan Prijono pada jurnalis dititipkan pada koleganya Deputi Wapres bidang Kewilayahan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Gunawan Sumodiningrat.

"Kita bertugas yg sebaik-baiknya. Kita, sebagai birokrat bertugas melayani pimpinan dengan upaya sebagus-bagusnya. Tapi kalau terjadi kekhilafan, manusiawi. Saya tidak bermaksud untuk merugikan siapa-siapa. Saya sebagai pendamping beliau (Prijono--Red) merasa sangat menyesal kenapa surat seperti ini menjadi masalah besar. Padahal, ini hanya biasa dalam kehidupan bernegara. Sekarang yang sudah ya, sudahlah. Dia (Prijono) sudah mengakui suratnya ada, salah interpretasi, dan siap menerima sanksi," kata Gunawan Sumodiningrat.

Betulkah salah interpretasai belaka yang terjadi antara Jusuf Kalla, sebagai atasan dengan Prijono sebagai bawahannya?

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Alvin Lie berani memastikan Prijono tidak serampangan membuat surat mengatasnamakan atasannya.

"Sangat mustahil seorang Seswapres berani membuat surat kepada anggota kabinet dengan tembusan kepada presiden, dan sekretaris kabinet pula, dengan mencantumkan 'sesuai dengan arahan wapres'. Jadi, seswapres semata-mata menjalankan tugasnya. Dari penjelasan wapres sendiri, bahwa surat itu kreativitas seswapres, saya kurang bisa menerima. Kalo memang instruksi wapres itu hanya tentang mekanisme kerja kabinet dgn DPR, saya heran. Karena, usia kabinet sudah 67 hari," tandas Alvin Lie.

Alvin menilai sangat terlambat jika surat itu hanya bermuatan “aturan mekanisme antara kabinet dengan parlemen” di saat umur kabinet sudah 67 hari, di kala beberapa menteri telah berulang kali memenuhi agenda rapat kerja dengan DPR. Jadi, isi surat mana yang betul?

DPR sebagai pihak yang bakal sangat dirugikan jika menteri-menteri patuh pada surat B 1750, berencana memanggil Prijono. Meski ia sudah tidak menjabat Sekretaris Wakil Presiden, kesaksiannya dianggap ampuh menguak misteri surat ini. Berita terkini, Komisi II DPR mendapat tugas dari Badan Musyawarah DPR mengurai asal muasal surat tersebut. Wakil Ketua Komisi II Alex Litaay menyebutkan pekan depan Prijono diagendakan didengar kesaksiannya.

"Tugas DPR itu memanggil pemerintah dalam rangka mengontrol pemerintah. Jadi, karena itu tugas konstitusional harus dipenuhi, karena kita semua tunduk pada konstitusi negara. Kita mau tahu, ada apa sebenarnya? Karena belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya. Jadi, mungkin yang pertama kita panggil adalah mantan seswapres, kemudian kalau dari keterangannya dianggap perlu memanggil wapres, ya kita panggil," kata Alex Litaay.

Jika DPR mempermasalahkan isi surat, tidak demikian dengan Sekretaris Kabinet. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi lebih mempersoalkan aturan surat menyurat yang ada. Menurut dia, secara prosedural, surat yang ditujukan kepada menteri-menteri kabinet biasanya melewati mejanya terlebih dahulu.

"Biasanya (kalau surat mau dikirim ke menteri-menteri) memang lewat saya, sekretaris kabinet. Tapi kalau mekanisme kerja, setiap hari wapres mengkoordinasikan dengan menteri-menteri. Tetapi dalam hal administrasi surat-menyurat, seperti yang dilakukan Seswapres, itu tidak pada tempatnya," tandas Sudi Silalahi.

Bagaimana dengan menteri yang menerima surat itu? Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengaku menerima surat dari sekretaris wakil presiden yang menimbulkan polemik ini. Namun ia lupa kapan tepatnya ia menerima surat itu. Anton menjelaskan beberapa pihak telah salah interpretasi dari surat tersebut.

"Seringkali pertanyaan-pertanyaan (DPR) itu tidak relevan, terlalu mengada-ada. Sifatnya seperti tuduhan. Saya kira itu yang membuat reaksi keras. Kalau dikatakan tidak perlu rapat kerja, itu tidak betul. Itu hanya interpretasi, karena, isinya tidak begitu. Isi surat yang sebenarnya, kalau memang dirasa (rapat) tidak terlalu penting, maka tolong komunikasikan dengan DPR. Saya kira dalam hal ini tidak keliru.Tapi yang keliru adalah, penilaian tadi yang memojokkan DPR," ujar Anton Apriyantono.

Itu tadi. Memojokkan DPR. Jika surat B1750 itu ditulis oleh Prijono berdasarkan arahan wapres Jusuf Kalla, maka surat itu ibarat membuka lebar-lebar mulut singa lapar, DPR. DPR selama ini memosisikan diri sebagai lembaga yang memantau kinerja pemerintah, termasuk wakil presiden.

Memang tidak jelas motif pengedaran surat itu. Yang jelas surat ini membikin konflik baru antara Wakil Presiden dengan DPR. Meski, Ketua DPR Agung Laksono adalah bawahan wapres di partai politik, yaitu wakil ketua umum Partai Golkar, bukan berarti anggota DPR yang lain akan menurut begitu saja setiap arahan Kalla.

Surat Prijono ini dianggap oleh Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan Sutardjo Soerjoguritno sebagai tanda beradunya dua matahari, Yudhoyono dan Kalla. Tetapi…, kalau saja, surat ini menyebabkan dua matahari tersebut beradu, maka Presiden tentu tidak bakal menyetujui perngunduran diri Prijono. Sebaliknya, Presiden yang ketiban tembusan surat B 1750 itu menanggapi dengan segera. Menurut Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra Presiden Yudhoyono akan menandatangani Keppres pemberhentian Seswapres Prijono Tjiptoherjanto dan menunjuk Asril Noer sebagai pelaksana.

Tampaknya, Presiden berusaha menyelamatkan muka wakilnya demi langgengnya pemerintahan. Setidaknya di mata rakyat mereka mesti kelihatan kompak. Yudhoyono tidak cukup berani menahan Priyono di Istana Wapres. Dan pekan depan, sesuai janji Wakil Ketua Komisi II Alex Litaay, Prijono bakal didengar kesaksiaannya. Semoga kebenaran terkuak, sehingga jelas siapa sumber kisruh ini.

Monique Rijkers dan Hanny Nursanti, 68H Jakarta