Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Saturday, January 22, 2005

Surat Yang Menyulut Kontroversi

Sepucuk surat dari Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto menimbulkan polemik yang berujung pada pengunduran diri pembuat surat. Isi surat tersebut meminta menteri kabinet mempertimbangkan agenda rapat kerja dengan DPR. Bila tak terlalu penting, maka tak perlu hadir. Kontan, DPR merasa dipojokkan. Sebagai seorang bawahan, Prijono Tjiptoherjanto dinilai hanya menjalankan tugas yang diberikan atasannya Wakil Presiden Jusuf Kalla. Laporan disusun Monique Rijkers.

***

Sepucuk surat berkop Kantor Istana Wakil Presiden melayang ke seluruh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan para pemimpin lembaga pemerintah non departemen. Surat berkop kantor Wakil Presiden itu bernomor B.1750 tertanggal 27 Desember 2004. Surat itu ditandatangani oleh Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto.

Sebagai seorang bawahan, Prijono menjalankan tugas yang diembankan atasannya sang Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Prijonopun membuat surat bernomor B.1750 tadi yang berisi beberapa poin yang membuat panas kuping anggota DPR. Surat tersebut berbunyi "Sesuai arahan Wakil Presiden, bersama ini dengan hormat kami sampaikan matrik permasalahan dan dasar hukum yang melandasi hubungan kerja pemerintah dengan DPR untuk dijadikan dan diperiksa sebagai bahan. Matrik ini disusun dengan refrensi UUD 1945, UU No 22/Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Tatib DPR. Dalam praktek, fungsi dan hak-hak konstitusional tersebut, sering dijalankan dengan cara-cara yang jauh dari sikap kemitraan. Di antaranya, dalam rapat kerja pemerintah dengan DPR, sering diwarnai dengan pernyataan-pernyataan yang memojokkan pemerintah, bahkan cenderung tidak proporsional. Lebih dari itu, sering muncul pertanyaan sekedarnya dan tidak sungguh-sungguh mengharapkan jawaban pemerintah. Apabila materi raker tidak terlalu penting, maka forum seperti itu tampak menjadi sia-sia dan cenderung membuang-buang waktu dan tenaga. Untuk itu perlu, diupayakan dialog dengan pimpinan DPR agar Raker dengan DPR hanya dilakukan apabila benar-benar ada permasalahan penting. Demikian mohon perkenan periksa."

Surat ini bocor ke tangan anggota DPR pada Selasa, 18 Januari lalu. Pemberitaan media massa, memaksa Jusuf Kalla mengomentari surat tersebut keesokan harinya. Jusuf Kalla membantah memberi arahan untuk membuat surat itu.

"Tidak ada arahan membikin surat seperti itu. Saya hanya kirim UU tapi diberi penjelasan macam-macam. Kan banyak menteri baru, tapi kesalahannya memberi keterangan yang tidak perlu. Itu diluar kewenangan seswapres," kilah Jusuf Kalla.

Merasa tidak cukup dengan keampuhan bantahannya, masih di hari yang sama, Jusuf Kalla tidak ketinggalan memberikan keterangan kepada pers mengenai pengunduran diri Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherjanto.

"Surat itu dibuat tanpa sepengetahuan saya. Itu inisiatif sendiri. Saya hanya perintahkan kirim UU-nya, ternyata diberi penjelasan lagi. Ini kesalahan administrasi, melampaui kewenangan seswapres. Hari ini seswapres mengajukan permohonan pengunduran diri. Saya terima itu," lanjut Kalla.

Sayangnya, Prijono sulit sekali dimintai komentar mengenai surat tersebut. Pesan Prijono pada jurnalis dititipkan pada koleganya Deputi Wapres bidang Kewilayahan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Gunawan Sumodiningrat.

"Kita bertugas yg sebaik-baiknya. Kita, sebagai birokrat bertugas melayani pimpinan dengan upaya sebagus-bagusnya. Tapi kalau terjadi kekhilafan, manusiawi. Saya tidak bermaksud untuk merugikan siapa-siapa. Saya sebagai pendamping beliau (Prijono--Red) merasa sangat menyesal kenapa surat seperti ini menjadi masalah besar. Padahal, ini hanya biasa dalam kehidupan bernegara. Sekarang yang sudah ya, sudahlah. Dia (Prijono) sudah mengakui suratnya ada, salah interpretasi, dan siap menerima sanksi," kata Gunawan Sumodiningrat.

Betulkah salah interpretasai belaka yang terjadi antara Jusuf Kalla, sebagai atasan dengan Prijono sebagai bawahannya?

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Alvin Lie berani memastikan Prijono tidak serampangan membuat surat mengatasnamakan atasannya.

"Sangat mustahil seorang Seswapres berani membuat surat kepada anggota kabinet dengan tembusan kepada presiden, dan sekretaris kabinet pula, dengan mencantumkan 'sesuai dengan arahan wapres'. Jadi, seswapres semata-mata menjalankan tugasnya. Dari penjelasan wapres sendiri, bahwa surat itu kreativitas seswapres, saya kurang bisa menerima. Kalo memang instruksi wapres itu hanya tentang mekanisme kerja kabinet dgn DPR, saya heran. Karena, usia kabinet sudah 67 hari," tandas Alvin Lie.

Alvin menilai sangat terlambat jika surat itu hanya bermuatan “aturan mekanisme antara kabinet dengan parlemen” di saat umur kabinet sudah 67 hari, di kala beberapa menteri telah berulang kali memenuhi agenda rapat kerja dengan DPR. Jadi, isi surat mana yang betul?

DPR sebagai pihak yang bakal sangat dirugikan jika menteri-menteri patuh pada surat B 1750, berencana memanggil Prijono. Meski ia sudah tidak menjabat Sekretaris Wakil Presiden, kesaksiannya dianggap ampuh menguak misteri surat ini. Berita terkini, Komisi II DPR mendapat tugas dari Badan Musyawarah DPR mengurai asal muasal surat tersebut. Wakil Ketua Komisi II Alex Litaay menyebutkan pekan depan Prijono diagendakan didengar kesaksiannya.

"Tugas DPR itu memanggil pemerintah dalam rangka mengontrol pemerintah. Jadi, karena itu tugas konstitusional harus dipenuhi, karena kita semua tunduk pada konstitusi negara. Kita mau tahu, ada apa sebenarnya? Karena belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya. Jadi, mungkin yang pertama kita panggil adalah mantan seswapres, kemudian kalau dari keterangannya dianggap perlu memanggil wapres, ya kita panggil," kata Alex Litaay.

Jika DPR mempermasalahkan isi surat, tidak demikian dengan Sekretaris Kabinet. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi lebih mempersoalkan aturan surat menyurat yang ada. Menurut dia, secara prosedural, surat yang ditujukan kepada menteri-menteri kabinet biasanya melewati mejanya terlebih dahulu.

"Biasanya (kalau surat mau dikirim ke menteri-menteri) memang lewat saya, sekretaris kabinet. Tapi kalau mekanisme kerja, setiap hari wapres mengkoordinasikan dengan menteri-menteri. Tetapi dalam hal administrasi surat-menyurat, seperti yang dilakukan Seswapres, itu tidak pada tempatnya," tandas Sudi Silalahi.

Bagaimana dengan menteri yang menerima surat itu? Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengaku menerima surat dari sekretaris wakil presiden yang menimbulkan polemik ini. Namun ia lupa kapan tepatnya ia menerima surat itu. Anton menjelaskan beberapa pihak telah salah interpretasi dari surat tersebut.

"Seringkali pertanyaan-pertanyaan (DPR) itu tidak relevan, terlalu mengada-ada. Sifatnya seperti tuduhan. Saya kira itu yang membuat reaksi keras. Kalau dikatakan tidak perlu rapat kerja, itu tidak betul. Itu hanya interpretasi, karena, isinya tidak begitu. Isi surat yang sebenarnya, kalau memang dirasa (rapat) tidak terlalu penting, maka tolong komunikasikan dengan DPR. Saya kira dalam hal ini tidak keliru.Tapi yang keliru adalah, penilaian tadi yang memojokkan DPR," ujar Anton Apriyantono.

Itu tadi. Memojokkan DPR. Jika surat B1750 itu ditulis oleh Prijono berdasarkan arahan wapres Jusuf Kalla, maka surat itu ibarat membuka lebar-lebar mulut singa lapar, DPR. DPR selama ini memosisikan diri sebagai lembaga yang memantau kinerja pemerintah, termasuk wakil presiden.

Memang tidak jelas motif pengedaran surat itu. Yang jelas surat ini membikin konflik baru antara Wakil Presiden dengan DPR. Meski, Ketua DPR Agung Laksono adalah bawahan wapres di partai politik, yaitu wakil ketua umum Partai Golkar, bukan berarti anggota DPR yang lain akan menurut begitu saja setiap arahan Kalla.

Surat Prijono ini dianggap oleh Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan Sutardjo Soerjoguritno sebagai tanda beradunya dua matahari, Yudhoyono dan Kalla. Tetapi…, kalau saja, surat ini menyebabkan dua matahari tersebut beradu, maka Presiden tentu tidak bakal menyetujui perngunduran diri Prijono. Sebaliknya, Presiden yang ketiban tembusan surat B 1750 itu menanggapi dengan segera. Menurut Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra Presiden Yudhoyono akan menandatangani Keppres pemberhentian Seswapres Prijono Tjiptoherjanto dan menunjuk Asril Noer sebagai pelaksana.

Tampaknya, Presiden berusaha menyelamatkan muka wakilnya demi langgengnya pemerintahan. Setidaknya di mata rakyat mereka mesti kelihatan kompak. Yudhoyono tidak cukup berani menahan Priyono di Istana Wapres. Dan pekan depan, sesuai janji Wakil Ketua Komisi II Alex Litaay, Prijono bakal didengar kesaksiaannya. Semoga kebenaran terkuak, sehingga jelas siapa sumber kisruh ini.

Monique Rijkers dan Hanny Nursanti, 68H Jakarta